Kamis, 29 September 2016

Nyalakan Nur Allah Dalam Tidurmu

“Janganlah biarkan api (dunia) di rumah kalian (menyala) ketika kalian sedang tidur.” (Hr. Bukhari - Muslim )

Secara biologi tubuh manusia bisa memproduksi zat melotonin secara alami, adapun waktu produksi dari hormon ini sangat berlainan dengan beberapa hormon lain yang ada di dalam tubuh manusia. Biasanya pada pukul 02 : 00 sampai dengan 04 : 00 dini hari baru bisa berproduksi sebanyak banyaknya. Hormon ini di kenal sebagai hormon yang paling sensitif terhadap rangsangan cahaya.

Itulah alasannnya mengapa hormon ini hanya bisa di produksi pada malam hari saja. Pada jam tersebut, seseorang yang tidur dalam keadaan gelap, tanpa cahaya dunia sedikit pun, serta tidur dalam keadaan nyenyak. Maka orang tersebut dalam keadaan non aktif yang paling sempurna. Saat itulah kelenjar pineal mampu memproduksi hormon melatonin. Ini merupakan proses produksi paling maksimal. Namun bisa tiba tiba berhenti, jika ada sedikit cahaya dunia yang masuk merusak produksinya.

Di samping itu proses pembentukan zat melatonin secara alami dalam tubuh, juga bersamaan waktunya dengan pelaksanaan sholat tahajud yang waktunya dikerjakan antara jam 2 malam sampai dengan jam 4 subuh, dengan tujuan untuk menyalakan Cahaya Langit (Nur Allah) dalam diri.



CAHAYA DI ATAS CAHAYA

"Allah adalah Cahaya langit dan bumi. Perumpamaan Cahaya-Nya adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang banyak berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu". (QS. An Nuur 24 : 35)

"(Cahaya Allah itu) ada dalam rumah rumah yang di sana telah diperintahkan Allah memuliakan dan mengingat Nama Nya, serta bertasbih padaNya pada waktu pagi dan petang". (QS An Nur 24 : 36)

Nurullah atau Cahaya Allah, dalam diri insan itulah Cahaya Petunjuk-Nya (Nurul Hidayah), itulah yang disebut Iman Sejati (Nurul Iman), itu pula yang disebut sebagai Cahaya Muhammad, yaitu Cahaya Insan Kamil, insan yang sempurna.

Pelita itu terdapat dalam misykat (lubang yang tak tembus). Yang dimaksud misykat itu adalah jasad ragawi, yang menjadi dinding pembatas bagi cahaya itu dengan dunia luar, dinding dari sifat keagungan Allah, dinding Al-Jalal.

Pelita itu didalam kaca yang seakan bintang seperti mutiara. Yang dimaksud kaca itu adalah cermin hati (qolbu), cermin diri. Keindahan dari qolbu orang yang benar benar beriman, itu diibaratkan mengkilap laksana mutiara. Ia menjadi cermin yang memantulkan Wajah Ketuhanan. Yang dinyalakan dengan minyak zaitun terbaik, seakan sudah bercahaya meski belum dibakar api.

Minyak zaitun itu maksudnya adalah sifat-sifat keelokan dalam qolbu sebagai pancaran dari keindahan Cahaya Allah. Dimana sifat-sifat itu saja sudah seolah-olah menerangi, meski belum lagi dinyalakan/dinampakkan. Pelita/nyala api sebagai sumber dari Cahaya Allah.

Itulah Cahaya Petunjuk-Nya, Cahaya Iman Sejati, Cahaya Muhammad dalam diri seorang hamba yang benar-benar beriman.

Pelita itu menyala tegak seolah seperti huruf alif, sebagai simbol Ketuhanan, yang berdiri sendiri, tiada bersekutu, memberi suluh terang di seluruh alam semesta. Dibalik alif itulah hayat, adanya hidup, dibalik hayat itulah Dzat Laisa Kamislihi Syai'un. Dzat Allah, yang tiada ada umpamanya lagi, tak terjabarkan lagi.

Itulah Cahaya Allah. Cahaya diatas Cahaya. Dan Allah membimbing kepada Cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki.

Beruntunglah orang-orang yang dibimbing-Nya kepada Cahaya-Nya yang berada di dalam rumah, saat mereka menidurkan "Ashabul Kahfi" yang ada dalam diri.

Dari ‘Amr bin ‘Abasah bahwa dia mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Waktu yang paling dekat antara Rabb dengan seorang hamba adalah pada tengah malam terakhir, maka apabila kamu mampu menjadi golongan orang-orang yang berdzikir kepada Allâh pada waktu itu, lakukanlah!”. (HR Tarmidzi).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar